You are currently viewing Gakkum KLHK : “Siap Disidangkan Kasus Pengangkutan dan Perdagangan Burung Ilegal Asal Kalimantan”

Gakkum KLHK : “Siap Disidangkan Kasus Pengangkutan dan Perdagangan Burung Ilegal Asal Kalimantan”

Sidoarjo, 18/03/2022. Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) pada 14 Maret 2022 melimpahkan perkara pengangkutan dan perdagangan satwa liar dilindungi undang-undang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Penyidik menyerahkan 1 (satu) orang Tersangka WT beserta semua barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Penyidik menjerat tersangka WT dengan Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman kurungan penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimum Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) Jo. Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Terinformasi bahwa barang bukti berupa satwa-satwa dilindungi dalam keadaan hidup telah dilepasliarkan yang dilaksanakan oleh BKSDA Kalimantan Tengah bersama Penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Jabalnusra di kawasan hutan konservasi TWA Bukit Tangkiling (Bukit Kalalawit), Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Berikut jenis burung yang dilindungi (berdasarkan PerMen LHK No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi) diantaranya :
• Cica Daun Besar (Chloropsis sonnerati) atau Cucak ijo sebanyak 17 (tujuh belas) ekor,
• Serindit Melayu (Loriculus galgulus) sebanyak 35 (tiga puluh lima) ekor,
• Pleci Kacamata Sangihe (Zosterops nehrkorni) sebanyak 38 (tiga puluh delapan) ekor,
• Tangkar Ongklet (Platylophus galericulatus) sebanyak 8 (delapan) ekor,
• Tiong Emas (Gracula religiosa) sebanyak 2 (dua) ekor

 

Pengungkapan kasus ini bermula dari kegiatan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya yang mengamankan mobil Grandmax Nopol AG 1839 F yang kedapatan sedang mengangkut berbagai jenis satwa burung dalam keadaan hidup yang tidak disertai dengan dokumen-dokumen yang sah di pintu keluar Pelabuhan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Satwa-satwa tersebut diangkut dari Pelabuhan Bahaur, Kalimantan Tengah dengan tujuan Pelabuhan Paciran, Lamongan, Jawa Timur oleh KMP Drajat Paciran.

Berdasarkan hasil identifikasi jenis terhadap barang bukti sebanyak 2.000 (dua ribu) ekor tersebut, beberapa termasuk satwa dilindungi, sehingga dalam penanganan perkara tindak pidana ini yang ditangani oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra hanya untuk jenis satwa yang dilindungi undang-undang, adapun untuk satwa yang tidak dilindungi undang-undang ditangani oleh Penyidik Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Taqiuddin, menjelaskan “Melihat modus operasi tindak kejahatan yang dilakukan Sdr. WT dalam menyelundupkan TSL illegal melalui jalur laut ke pelabuhan rakyat Balai Gakkum LHK Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara terus meningkatkan pantauan peredaran TSL maupun bagian bagian satwa terutama di pelabuhan-pelabuhan kapal besar maupun kapal kecil, dan kami tidak segan segan untuk menindak tegas pelaku kejahatan perdagangan TSL” jelasnya.

Kasus perdagangan satwa liar dilindungi tanpa izin oleh tersangka WT ditangani oleh KLHK dengan dukungan Kementerian/Lembaga terkait. “Perkara terkait kehidupan liar merupakan kejahatan yang berdampak serius terhadap kelangsungan ekosistem, sehingga pelakunya harus dihukum seberat-beratnya. Penyidik KLHK terus berupaya membongkar sindikat pelaku kejahatan TSL, mengingat kejahatan ini sangat terorganisasi.” kata Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana LHK Ditjen Gakkum KLHK, di Jakarta, 18 Maret 2022.

Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi atas kerja Tim Gabungan yang menindak perdagangan TSL di Lamongan-Provinsi Jawa Timur. “Penegakan hukum terhadap kejahatan LHK tidak dapat kami lakukan sendiri, perlu sinergitas dan kolaborasi semua elemen masyarakat dan instansi penegak hukum lainnya guna melawan tindak kejahatan yang semakin kompleks dan canggih modusnya”, tegas Rasio Sani.

Penanganan perkara tindak pidana ini merupakan penanganan perkara dengan pendekatan “multidoor,” yaitu pelaku tindak pidana dijerat dengan dua undang-undang yang berbeda yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang No 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

 

Sumber berita : https://www.menlhk.go.id/

 

Leave a Reply